Minggu, 21 Februari 2016

Entahlah

Hujan begitu deras sore ini. Hujan memang bangsat. Setiap titik airnya selalu menggoreskan rinduku padanya. Perempuan yang selama sepuluh tahun ini dengan setia mengisi satu pojok hatiku. Perempuan yang selalu membuatku merasa bahagia
Perkenalan pertamaku dengannya terjadi sepuluh tahun yang lalu. Perempuan bertubuh sedang, rambut hitam wajahnya lumayan manis. Tapi yang paling menarik adalah sinar matanya yang hangat, tulus , bersahabat dan selalu tertawa. Bahkan sering terganggu dengan gaya ketawanya yang begitu spontan.
"Heii .. mau teh?" sapaan membuyarkan lamunanku tentang perempuan itu. Dengan cepat aku mengangguk
"Aduh..... bagus ya pemandangannya... Uih... kayak negeri para dewa," perempuan itu spontan berkomentar. Tiap pagi embun turun dan menari dimana sinar matahari dengan lembut menyeruak di antaranya. Dan bangun pagi, aku dikejutkan senyum perempuan itu "Pagi..! uh... tadi bagus deh..." dan berceritalah dia.
Baru kusadari perempuan ini di samping begitu mandiri dia juga cerdas luar biasa. Dia bisa bercerita mulai dari Harga Saham, Picasso, Naff , Champions sampai kemiskinan.
Aku semakin suka berada di sampingnya.
Di mataku kecerdasannya membuat dia begitu menarik, cantik dan seksi. Hingga suatu malam saat kami ngobrol berdua saja di teras dia mengejutkanku dengan pernyataannya, Aku begitu terkejut, bagi orang sepertiku yang dididik sejak kecil bahwa seorang wanita harus menyembunyikan emosinya, pernyataan seperti ini begitu mengguncang emosiku
"Ya... Tuhan... wanita seperti ini yang aku cari..." seruku dalam hati
"Pada sepi yang tiba
Keyakinanku yang rapuh
Kuusik sendiri:
Wajahmu tak tahu berjanji
Dalam sinar baur kabur
Dan bunyi seretan sandal
Kusumpahi engkau
Yang terus membuntutiku
Membuntukan seluruh perjalananku..."
Mata perempuan yang hangat segera membelalak dengan lucunya.
tiba-tiba sebuah ciuman mendarat di pipiku
"Mmuah!" perempuan itu menciumku sambil terkekeh-kekeh geli karena berhasil mengecohku. Antara lega, kaget, senang dan malu..
"Gotcha"! Dia masih ketawa geli. Begitu menggemaskan, ingin rasanya kupeluk erat-erat. Segera kuusap-usap rambutnya yang mulai memanjang dan awut-awutan itu dengan penuh kasih.
"Sayang?" katanya manja. Kupandang dalam ke mata lucunya. Aku tahu pasti, dia bisa membaca apa yang terukir indah di dalam hatiku.
Hujan tumpah tanpa terbendungkan lagi. Angin menjadi semakin kencang.
Ada rasa syukur yang besar saat hujan turun dengan derasnya diiringi angin besar. Perempuan itu merapatkan duduknya sambil tak bisa menyembunyikan gigilan dingin yang menerpanya. Sepenuh hati segera kupeluk karunia indah ini dan kuberikan seluruh kehangatan jiwaku padanya.
Pemandangan di depanku membuatku tak mampu berkata sepatah katapun. Begitu indah, begitu ingin kubekukan dan kubingkai selamanya. Rambut dan mukanya yang basah karena guyuran hujan membuat bibirnya sedikit kebiruan. Aku rindu sentuhannya, aku rindu....
"Hey.. jangan melamun dong !"
"Nggak... cuma hujan kayak gini pasti lama... kita terjebak di sini nih!"
"Shall we dance ?".
Dengan ketakjuban yang masih menyelimuti perasaanku kusambut tangannya, kupeluk dia dengan kerinduan yang tak kunjung usai. Harum parfum Opiumnya Yves Saint Laurent semakin meempererat pelukanku. Sesekali kucium tangannya yang kugenggam sangat erat. Kamipun terus berpelukan hingga satu lagu itu usai. Saat lagu kedua mulai, tiba-tiba perempuan itu mendongakkan kepalanya yang tadinya rebah di dadaku.
"Menarilah denganku
Peluk aku dengan jiwamu...
Bawalah aku ke dalam darahmu
Biarlah aku terus menjadi hantu yang selalu menghuni satu sudut ruang hatimu..." bisiknya lembut.
Kata-kata itu bagaikan sihir yang membutakan seluruh sendi kesadaranku.
"Kematian adalah tantangan,
kematian mempertegas kita untuk tida melupakan waktu,
kematian memberi tahu kita untuk saling mengatakan saat ini juga
bahwa.... kita saling mencintai..."
Telah sebulan. Dan selama itu pula aku tidak bertemu dengan perempuan itu
Rindu ini begitu mencabik-cabik pembuluh darah dalam nadiku dan mengakumulasi ke kelenjar otak. bahwa aku jatuh cinta dengan perempuan itu.
Pyaaaar! Tiba-tiba kepalaku pening. Ada kemarahan yang tiba-tiba meyerang. Tidak, aku tidak marah kepadanya, aku hanya marah dengan situasi ini.
"Tinggallah bersamaku," pintaku. Kurasakan ada nada putus asa di dalamnya. Perempuan itu menggelengkan kepala.
Tidak puaskah perempuan itu dengan cintaku? Keputusasaanku akhirnya terakumulasi dengan kemarahanku.
"Tidak! Kau harus tinggal!" melihat perempuan itu tetap menggeleng aku semakin tak terkendali. Yang ada di kepalaku cuma satu, dia harus jadi milikku, selamanya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar